INDENPRES MEDIA ISTANA

Saturday 1 March 2014

MENURUT SURVEI UNDIP SEMARANG PILIH CALEG PEMBERI IMBALAN

Semarang,
Hasil survei dosen dan mahasiswa Universitas Diponegoro Semarang terhadap Pemilu 2014, hasilnya cukup mencengangkan. Ternyata, ada sekitar 70 persen warga Jawa Tengah masih berpikir pragmatis pada Pemilu 2014 mendatang. Pemilih di Jawa Tengah mengaku akan memilih jika ada imbalan atau janji-janji tertentu dari para caleg yang akan dipilih. Demikian salah satu hasil survei tentang money politik yang dilakukan lembaga survei dosen dan mahasiswa Undip Semarang. Meski tidak semua daerah pemilihan di Jawa Tengah yang disurvei, namun hasil ini paling tidak membuktikan masyarakat masih akan memilih mereka yang memberi imbalan atau janji-jani manis. Menurut Teguh Yuwono selaku koordinator survei menyatakan, dalam penelitiannya terbagi dalam tiga kategori, yakni pemilih rasional yang mengandalkan program caleg dan logika, pemilih berdasarkan idiologi kepartaian dan pemilih pragmatis. Pragmatis yang dimaksud Teguh, berbentuk imbalan atau janji-janji tertentu dari caleg yang ditujukan ke masyarakat, baik secara individu atau secara kolektif. Dijelaskan pula oleh Teguh bahwa, hasilnya pemilih rasional yang memilih berdasarkan idiologi hanya 20 persen, dan yang pragmatis sebesar 70 persen. Kolektif yang dimaksud bisa berupa janji pembangunan fasilitas publik seperti pavingisasi jalan dan jembatan. Memang pemilih di Jawa Tengah ini krisis identitas. Mereka lebih berpikir pragmatis karena caleg pun pragmtis. Di satu sisi, pemilih membutuhkan bukti dan bukan janji. Bukti-bukti itu harus direalisasikan para wakilnya yang duduk sebagai anggauta legislatif. Sehingga tidak mengherankan jika pemilu di Jawa Tengah cukup mahal. Selain ada ongkos politik harus ada money politik. Pemilu menurut Teguh sebenarnya untuk mencari pemimpin yang baik, dan bukan memilih pemimpin yang kaya.Namun jika melihat realitas terkini, para caleg yang baik namun tidak punya uang sangat kecil kemungkinan untuk jadi. Dari sisi regulasi, UU tentang pemilu menurut Teguh cukup rumit. Mestinya, Bawaslu memiliki kewenangan jemput bola model KPK.Atau kalau perlu, KPK juga dilibatkan atau diberi hak untuk melakukan penyelidikan dana kampanye. Kalau diserahkan kejaksaan dan kepolisian, menurut Teguh tidak akan bisa maksimal. Menurut Teguh UU Pemilu yang mengatur tentang sanksi money politik ini sangat lemah.Sebab yang dikenai hanya caleg atau pemberi suap tidak dikenakan sanksi. Guna meminimalisasi terjadinya money politik, anggauta Panwaslu Kota Semarang M Ichwan mengusulkan adanya perubahan dalam regulasi perundang-undangan yang mengatur pemilu. Menurutnya, UU nomor 8 tahun 2012 yang mengatur pemilu, hanya memberikan sanksi kepada si pemberi uang. Sementara bagi masyarakat yang menerima money politik, tidak dikenakan sanksi. Ichwan menghimbau para caleg agar tidak mengiyakan sepenuhnya hasil survei yang menyebutkan 70 persen warga Jateng berharap dikasih uang untuk memilih. Sebab hasil survei dalam pandangannya tidak semuanya benar. Bisa saja hasil survei itu salah.(***).

No comments:

Post a Comment